19 November 2010

Ranah Minang dan Syariah yang Terenyahkan


Ketika memberikan ceramah tentang ekonomi syariah di STAIN Batusangkar, 8 Juni 2010 lalu, saya mendapat berbagai pertanyaan kritis antara lain mengapa ekonomi syariah kurang berkembang di Ranah Minang. Mahasiswa dari program S1 Ekonomi Syariah di Luhak Nan Tuo itu ternyata sangat kritis. Dengan agak sedikit emosi (bukan hanya Rocker, Bankir juga manusia), saya menjawab:

“Inilah yang sangat saya gundahkan. Saya sedihkan. Ketika saya menjadi pemimpin BI di Medan, saya mendapat respon yang luar biasa dari berbagai pihak: Pemda, perguruan tinggi, pengusaha dan pemuka masyarakat. Bahkan Muhammdiyah, Tarbiyah, Nasbandiyah, Kadin, HIPMI, KNPI, pemuda mesjid dan sejenisnya, guyub. Bahkan seorang Rudolf Pardede, umat Kristiani, sangat responsif terhadap syariah setalah saya jelaskan di rumahnya dan secara agak demonstratif beliau membuka rekening di BTN Syariah Medan. Foto sang Gubernur yang memegang buku tabungan syariah bersama saya mucul di halaman semua media massa di Medan. Aksi nyata seperti itu turut memacu perkembangan ekonomi syariah di Sumut. Disini, di kampung halamanku yang amat aku cintai ini, tak tampak respons yang serupa itu. Mendekatipun tidak. Bahkan tak ada Cagub, Cabub dan Ca..ca.. lainnya yang muncul berkampanye dengan niat dan program tersistem untuk membumikan ekonomi syariah di Ranah yang selalu kita banggakan, dengan filsafah adat bersandi syarak dan syarak bersandi Kitabullah ini. Jangan-jangan filsafah itu sudah mulai merantau pulak ke Medan.

Jawaban saya disambut riuh dan kontan menuai berbagai pertanyaan yang lebih tajam dari para mahasiswa lainnya. Diskusi kami yang sangat menarik itu menjadi terhenti karena adzan berkumandang. Namun saking menariknya ekonomi syariah, kami tetap berdiskusi sambil menikmati gulai kambing paling enak di Asia Tenggara, di warung sederhana di Desa Sugai Torok.

DR. Syukri Iska mantan Ketua STAIN, ahli fiqih yang sama-sama doyan gulai kambing dengan saya, ternyata memiliki minat yang tinggi tentang Ekonomi Syariah. Santapan paruik lipek, usus bapilin, paruik asam, aie kawa dingin dan bahasan tentang ekonomi syariah berkecamuk. Nye’mat.

Tapi jujur, harus kita akui bahwa respon terhadap penerapan ekonomi syariah secara nyata di lapangan sangat lamban. Slowly but not sure. Kita bicara ekonomi, ya bicara kegiatan nyata di lapangan. Bukan ceramah di mimbar tinggi atau pidato panjang lebar di podium.

BPR Syariahpun seolah enggan lahir di Ranah Minang ini. Kota Padang yang katanya bertajuk Islami ini, tak punya satupun BPR Syariah. Masya Allah. Kalah pulak dengan Medan. Padahal, bank syariah itu menguntungkan. Kantor cabang Bank Muamalat mencapai titik break event point (BEP) hanya dalam waktu satu tahun di Denpasar, Bali. Di Bali, gitu loh!

Satu-satunya entitas Sumbar yang bereaksi secara riil dan agak masif di lapangan adalah Bank Nagari. Kita patut bangga. Bank milik Urang Awak ini semakin bersungguh dengan perbankan syariah dengan membuka Unit Usaha Syariah (UUS) dan merekrut pegawai khusus (Account Officer/AO) untuk pelayanan syariah di 23 kantor cabangnya.

Kinerja Bank Nagari, saya ukur secara periodik. Ukuran-ukurannya jelas. Yaitu peningkatan jumlah aset bank, pembiayaan (kredit) dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Kemudian, peningkatan Laba di akhir tahun. Ini sebuah komitmen tinggi kepada Bank Indonesia dari Dewan Komisaris yang dikomandani oleh mantan Sekda, Yohannes Dahlan dan Dewan Direksi yang dinakhodai oleh niniak mamak urang Solok, Suryadi Asmi Dt.Rajo Nan Sati. Lembaga lainnya di Sumbar? Tak ubahnya seperti tulisan-tulisan di dinding belakang truk Padang-Jakarta: Kutunggu jandamu.

Lembaga lain yang telah ikut secara nyata dalam bentuk syiar ekonomi syariah adalah Padang Ekspres. Media terbesar Sumbar ini memenuhi permohonan saya untuk menggunakan satu halaman penuh setiap Jumat sebagai wadah sosialisasi ekonomi syariah. Sahabatku, Ajo Sutan Zaili, Komandan Besar Padang Ekspres Group Sumbar, menyerahkannya sebagai amal. Kalau bahasa Medannya: “Selimperpun aku tak bayar”.

Alhamdulillah. Wartawan sangat senior nan sasurau, jebolan Kompas dimaksud turut menyiarkan sistem ekonomi Rasulullah ini. Sebagai Editor dari Forum Ekonomi Syariah, yaitu halaman “menuju jalan ke surga” ini, hatikupun cukup miris. Saya cukup kesulitan mencari orang yang rela bersedekah ilmu. Sangat susah mencari tulisan tentang ekonomi syariah di Ranah Minang ini. Tapi tulisan tentang Luna Maya. Cut Tari dan Ariel Peterpan bergentayangan. Ya Allah berikanlah kami petunjuk-Mu (3x).

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Benar sekali pak Romeo. Ekonomi syariah perlu kita galakkan untuk penopang ekonomi bangsa Indonesia nan Islami. dari Muhammad Yuntri, yp_lawfirm@yahoo.com.au dan Pendiri "Indonesia Advocate Watch."

Posting Komentar

Apa komentar Anda mengenai tulisan di atas?