24 November 2010

Cakap Medan Tentang Sumbar

Payah kali awak cari data di sini. Mana yang benar ini. Para bankir di Sumbar mengeluh. Cakap mereka tak enak pulak di kuping. "Sulit kali nyari perusahaan yang akan diberi kredit di Sumbar", keluh para bankir ketika rapat bersama awak di markas BI Padang. Nah lho, apa pulak ini? Di satu pihak rakyat kemanapun awak pergi mengeluhkan sulitnya dapat uang dari bank, dilain pihak para bankir mengeluh pulak demikian. Nah lho?. Apa ada dua Sumbar kali? Tapi uniknya pulak, para kepala Pemda, di koran-koran, sehalaman penuh lengkap dengan foto-foto berwarna berkumandang bahwa ekonomi daerah mereka maju. Maju sekali. Semua berhasil di banyak bidang. Mana yang benar ini? Apa ada tiga Sumbar?

Cakap Medan itu yang terang-terang saja. Kalau setiap Kepala Daerah "manapuak dado" ekonomi daerah mereka maju, kenapa pulak pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 2009 hanya 4,2%. Apa tak ada hubungannya? Kemana perginya kemajuan ekonomi kabuptan/kota itu ya? Atau mungkin kata Advertorial itu artinya "harapanku" atau "di seberang sana". Bahkan awak prediksi kalau Gubernur terpilih 2010 tak punya terobosan ekonomi, apalagi manakala dana bantuan gempa triliunan tak beres pulak, ekonomi Sumbar akan tumbuh hanya sekitar 3%. Ala mak. Padahal Jambi awak tengok berpotensi untuk tumbuh sampai 8%. Nah lho?

Mulai dari penghujung 2005, awak diundang pak Gamawan untuk bercakap di RPJP Sumbar di Tri Arga. Awak usulkan agar Sumbar bikin "kemampuan dagang" yang teramat kondang itu sebagai sasaran utama pembangunan. Awak usulkan pulak agar perguruan tinggi dan perbankan dirangkul dan dijadikan motor pengembangan SDM kewirausahaan itu. Cantik kali kan? Konon menurut Prof Helmi dan Dr. Syafrudin Karimi ada ditulis di RPJP kala itu. Satu Fatsal. Alhamdulillah. Tapi lima tahun kemudian awak pulang kampung, tak ketemu pulak data kemajuan atau kemunduran upaya mengembangkan kewirausahaan itu. Tak jelas pulak hasilnya. Tak ada yang tahu cemana barang itu sekarang. Kata seorang kawan, RPJP itu mungkin artinya Rencana Penulisan Janji Pemimpim. Ala mak, janganlah gitu. Tak lemak pulak awak di kampung sendiri.

Perguruan tinggi, perbankan dan pemerintah harusnya bersinergi membangun kewirausahaan. Tali tigo sapilin. Mantap kali itu. Mengapa tak terjadi? Kata kawan awak, Perguruan tinggi sibuk mencetak sarjana, Pemda beradvertorial dan Perbankan merenung. Pada hal menurut Website Dikti sudah lebih 1/2 juta sarjana yang nganggur. Menurut Deputi Menteri UKM, DR. Choirul Djamhari, yang awak undang bicara di BI minggu lalu dalam rangka memberikan beasiswa dengan harapan kewirausahaan, lebih dari 1 juta Sarjana nganggur. 1/2 juga itu hanya yang melapor ke Dikti. Nah lho.

Awak pernah bahas persoalan "bakat dagang dan perguruan tinggi" ini dengan Prof. DR. Fasli Jalal.Dua kali. Pertama di kantornya di Jakarta dan kedua sambil makan lamak di Palanta Minang, Pantai Padang. Anak Padang Panjang yang sekarang jadi Wakil Mendiknas ini menanggapi sangat atusias. Berapi-api dia. Dan bahkan katanya Mendiknas ada program kewirausahaan. Nah lho. Kenapa di Ranah Dagang ini tak bergema? Berdesirpun tidak.

Ada memang satu atau dua perguruan tinggi yang mulai menggeliatkan kewirausahaan. Ada mata kuliah. Ada berbagai pengusaha kondang dari Jakarta masuk kampus. Ada Dikti beri dana 1 milyar ke Kopertis. Tapi mengapa tak ada yang bersungguh, membangun, katakanlah, sebuah "Sistem Pengembangan Bakat Dagang" bersama Pemda dan perbankan. Pada hal menurut awak, kemapuan dagang ini adalah pemberian Allah yang sangat berharga untuk rakyat Sumbar. Emas bagi Papua, batu bara bagi Kaltim dan minyak bagi Riau, tak sehebat kemampuan dagang bagi Ranah Minang. Mudah-mudahan awan tak kan jadi pungguk merindukan bulan menanti perguruan tinggi dan Pemda yang bersungguh membangun sistem pengembangan kemampuan dagang sebagai salah satu terobosan pembangunan ekonomi di Sumbar. Perbankan siap sebagai bagian dari tali tigo sapilin. Insya Allah!

0 komentar:

Posting Komentar

Apa komentar Anda mengenai tulisan di atas?