
Bicara ekonomi sumbar maka seharusnya kita bicara mengenai Ekonomi berbasis jasa (service economy) atau EKONOMI PRO–RAKYAT. Juga bicara sistem ekonomi berbasis SHARIAH yang didukung oleh sistem ekonomi konvensional, sektor keuangan dan sektor riil dengan dukungan pemerintah dan berfokus pada sektor swasta, serta bicara KEUNGGULAN bukan kelemahan dan bicara PELUANG bukan ancaman. DPK Bank Shariah Sumbar hanya Rp. 548 milyar dan asset hanya 842 milyar setelah17 tahun bank shariah berada di Indonesia. Hal ini merupakan peluang yang sangat besar untuk memacu perbankan shariah di Sumatera Barat.
Namun fakta menunjukkan bahwa perbankan shariah di Sumbar selama ini lebih fokus di 3 kota saja yaitu Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh. Hingga untuk selanjutnya perlu dipikirkan cara memperbaiki sebaran dan zona kantor cabang bank syariah ke daerah di luar kota-kota tersebut.

Right attitude yang harus ditanamkan adalah :
1. Bank Konvensional tetap dibutuhkan karena sistem di dunia masih konvensional
2. Bila bank Shariah ingin maju dan berjaya di negeri ini maka persepsi bahwa keunggulannya adalah karena anti bunga perlu diluruskan. Jangan mem”branding” bank shariah sebagai Bank Halal, lalu bank konvensional sebagai Bank Riba. Ciptakan cara menjual yang santun,elegan dan menarik bagi masyarakat. Tonjolkan kehebatan sistem perbankan shariah. Dan yang paling penting JANGAN DIBENTURKAN KEDUA SISTEM ITU KARENA KEDUANYA BISA SALING MENOPANG.
Peluang yang bisa diambil sebagai suatu terobosan mencapai Sumbar Sejahtera adalah implementasikan ekonomi shariah yang sesungguhnya, sinergikan antara Shariah dan Konvensional, bangun perangkat ekonomi shariah, kembangkan dan terapkan ilmu organisasi dan manajemen berbasis shariah, kembangkan dan terapkan sistem manajemen SDM berbasis shariah. Semua itu penting, karena SULIT BAGI SUMBAR UNTUK SEJAHTERA TANPA SISTEM EKONOMI SHARIAH.
Hal-hal yang praktis bisa dilakukan oleh berbagai pihak yang memiliki kesempatan mensosialisasikan dan bahkan berbuat langsung untuk mendorong pengembangan ekonomi shariah pada tingkat kabupaten, kecamatan dan nagari. Mulai dari tingkat Camat dan perangkat Kecamatan terutama para KUA di kecamatan. Lalu para guru agama, ustads, ulama dan pemuda mesjid. Juga Wali Nagari, ketua KAN dan perangkat nagari. Tak ketinggalan PINBUK, BMT, LKMA, dan lembaga informal lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Apa komentar Anda mengenai tulisan di atas?