19 Maret 2010

Terjerat Rentenir : Kisah Nyata Di Ranah Beribu Surau

Siang itu panas menyengat. Kampung tengah mulai menuntut haknya setelah pertemuan dengan ASBOPAR (Asosiasi Bordir Pariaman) di kantor BI Padang. Seperti biasanya kami mencari tempat makan. Biasanya warung-warung ampera. Kami melihat warung nasi kecil dengan tulisan “Itiak Lado Hijau” tertulis di spanduk kecil yang sudah lusuh. Kamipun mampir. Dengan sigap si ibu pemilik warung menyajikan Itiak Lado Hijau, Dendeang Balado, Baluik Goreang Kariang, Jariang Mudo, Ikan Tandeman dan Sayua ala Kapau. Semua nikmat. Dendengnya enak sekali. Mungkin yang paling enak yang pernah saya cicipi di Ranah Minang. Renyah dan gurih. Tapi Itiak Lado Hijaunya, kurang pas. “Kurang Koto Gadang”, komentar saya. Si Ibu agak kaget. Sang suami tersenyum. Agak kecut.

Seperti biasa, saya langsung bertindak sebagai konsultan tanpa bayar. Bersedekah ilmu. Saya tawarkan kepada si Ibu untuk mamparancak raso Itiak Lado Hijaunya. Dia dan suaminya sangat gembira. Pendek cerita, kali ketiga kami datang, Itiak Lado Hijau-nya memiliki rasa yang “mangguncang dunia”. Kamipun menjadi pelanggan tetap. Terakhir, saya bawakan Gulai Kapalo Ikan Sisiak untuk dicontohnya. Si Ibupun mampu membuatnya. Cerdas dan cekatan meman. “ Lamak bana”, ciloteh salah satu anggota Tim Ekonomi Syariah kami.

Karena kami menjadi pengunjung setia, Si Ibu mulai bercerita tentang keluarga, usaha dan bahkan penderitaannya. Warung itu untuk menghidupi 4 anaknya. Tapi ada yang sangat mengejutkan kami. Si Ibu memulai usaha dengan pinjaman dari Rentenir, Rp 30 juta. Setiap bulan dia harus membayar bunga sebanyak 20%. Yaitu Rp. 6 juta. Dia hanya mampu membayar bunga, sedangkan pinjaman pokok tak mampu dicicilnya. Praktis si Ibu tak menikmati untung usaha. Masya Allah. Masya Allah. Masya Allah. Ini terjadi di Ranah Beribu Surau. Untuk bulan terakhir ini si Ibu hanya mampu membayar Rp 4 juta. Sang Rentenirpun murka. Lalu muncul peringatan keras melalui sms:

Aku masih sabar. Sekedar info saja, sebenarnya aku sudah bicarakan dengan polisi. Ini sudah termasuk modus operandi penggelapan pasal 378 KUHP. Tapi lantaran aku masih ingin berbuat baik, aku kasih kesempatan. Kalau tak dibayar akhir minggu ini, aku akan lanjutkan BAPnya. Sekedar tau saja kalau aku lanjutkan, semakin besar biaya yang akan kau keluarkan

Mungkin hanya ada di Ranah Minang, seorang Rentenir mengancam dengan KUHP. Berbicara BAP. Dan mengaku “berbuat baik” dengan memberikan pinjaman 30 juta untuk keuntungan 6 juta perbulan. Dalam 6 bulan saja, sang Rentenir mencapai BEP (Break Even Point), alias pulang pokok. Enak kali rupanya. Inilah sebabnya maka Al-Quran melarangnya. Dengan tegas dinyatakan dalam Al-Quran bahwa nasib Rentenir akan lumpuh di hari tua. Sebagian akan berprilaku seperti orang lupa ingatan.

Si Ibu Itiak Lado Hijau melompat-lompat kegirangan ketika kami tawarkan PinjamanKu dengan bunga hanya 6% pertahun. Total bunga yang harus dibayar dalam setahun hanya Rp. 1.800.000. Matanya berlinang. Syaratnya sederhana. Si calon peminjam harus belajar prinsip-prinsip ekonomi Syariah. (Silahkan baca Forum Ekonomi Syariah di Padeks setiap Jumat). Si Ibu Itiak Lado Hijau menadahkan kedua tangannya sambil melihat ke atap rumbia warungnya. Sang suamipun ikut bahagia dan memeluk istrinya karena terhindar dari kewajiban bunga Rp. 6 juta per bulan. Alhamdulillah.....

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mantap bang Roy, dramatis dan penuh nilai, bahkan aku dapat tambahan kosa kata baru, yakni Sumbar ranah beribu surau (adrian wartawan Jurnal Nasional)

Anonim mengatakan...

alhamdulillah....

Posting Komentar

Apa komentar Anda mengenai tulisan di atas?